Semoga Cepat Sembuh, Kaum Kalajengking!

Published by

on

Jakarta, 11 Februari 2015,

“Gua sih enggak masalah kehilangan temen, karena temen yang sebenernya itu bakal mengerti dengan sendirinya, kok!” 

Kamu mengucapkannya lantang. Seakan tanpa ada kata ragu sekalipun. Memang, kamu bukan orang yang mengenal diksi itu: diksi yang bersifat abu-abu, bersifat nisbi. Raut wajahmu pun datar, seakan hal itu bukan sebuah kisah yang memberatkan pundakmu sama sekali. Lalu, kamu mengakhirinya dengan senyummu yang biasa. Dengan kulit-kulit mengerut di ujung mata. Dengan pupil yang sedikit menyipit. Dengan nada yang tak ada bedanya dengan suaramu saat berbincang biasa.

Tapi, itu keahlian kita, para kaum kelahiran Kalajengking, bukan? Para kaum Scorpio? Keahlian kita, untuk berpura-pura bahwa kita kuat. Kita baik-baik saja. Kita bisa hidup sendiri. Kita tidak lemah, sama sekali tidak lemah, begitu yang akan kita katakan pada diri sendiri, bukan? Yang akan kita yakini dalam hati, meskipun nyatanya kita tidak pernah seyakin itu, bukan?

Karena saya, kamu, kita, adalah pembohong yang handal. Penipu ulung. Pengecoh hebat. Pendusta yang luar biasa. Ya. Mungkin, kamu saat ini tengah memakai topeng bedak 12 senti, gincu yang melebihi bibir, dan pipi buatan yang merah merona, seolah-olah kamu selalu menebar senyum manis di waktu 12 jam-mu bersosialisasi.

Lantas, 12 jam sisanya, kamu lebih suka berdiam, dengan tatapan tanpa arti, dengan bola-bola pikiran yang kamu sembunyikan, yang tak kasat mata. Kamu menikmati dimensimu yang mungkin dipenuhi nelangsa, mungkin disusupi bayangan hitammu, yang tak bisa saya sentuh. Tepatnya, tak boleh saya sentuh. Mungkin, menurutmu, itu ruang pribadimu. Ruang sakralmu. Ruang sucimu.

Mungkin, di dalamnya, di dalam cangkang rahasiamu itu, kamu ingin menangis sekencang-kencangnya. Kamu ingin berteriak sekeras-kerasnya. Kamu ingin menusukkan sembilu ke dalam hatimu yang sebenarnya sudah terluka.

Lalu, saya ingat, ketika ada orang yang berkata: “Dia itu enggak ngerasain sakit. Dia itu enggak ngerasain apa-apa, dia enggak rugi apa-apa”.

Rasanya, saya tahu alasan membenci mereka–orang-orang semacam itu, yang mengambil asumsi sepihak saja. Lalu bertindak A, bertindak B, bertindak C, sesuka hati mereka. Yang hanya asal tolerir. Hanya asal mengusung kata: “Teman itu segalanya”, tanpa tahu duduk permasalahannya. Tanpa tahu cerita dari berbagai pihak. Ya. Berbagai pihak.

How can I believe those people with that thought, anyway? 

Dan, kamu, ya, kamu bukan orang yang seperti itu. Kamu, yang kini berusaha tersenyum, setidaknya, bagi saya, dia, mereka, yang melihatmu sebagai orang biasa, yang bisa merasakan sakit. Pahit. Perih.

Ya. Kamu, yang telah tertusuk dalam, dengan kata-kata sederhana: “Gua udah enggak respek sama lo”, dari seseorang yang sebenarnya sangat berharga untukmu. Untuk seorang kamu–si super hebat yang selalu tersenyum ceria.

Mungkin, sekarang, kamu hanya akan berbalik, melihat saya, dan berkata: “Saya baik-baik aja, kok!”.

Lalu, lagi-lagi, kamu tersenyum seperti biasa. Seolah tidak terjadi apa-apa.

So don’t tell me that I have it easy, I’m just better at hiding it than most. 

(Unknown Quote) 

Di saat-saat tertentu, menangis itu perlu, kok. 🙂

And, of course, I’ll be your shoulder to cry on, whenever, wherever. 

-kandela-

3 tanggapan untuk “Semoga Cepat Sembuh, Kaum Kalajengking!”

  1. Fikri Maulana Avatar

    Baru mampir udah suka sama tulisannya 🙂

    http://www.fikrimaulanaa.com

    1. heykandela Avatar

      Waw, terima kasih sudah berkunjung, ikut proyek 30 hari menulis surat juga? saya berkunjung balik ya… 🙂

  2. sholiazizah Avatar

    Gila. Saya nangis keras bacanya.
    Saya baca tulisan kandela sejak masih posting di blogspot..
    Suka banget gaya bahasanya

Tinggalkan Balasan ke Fikri Maulana Batalkan balasan